Apa itu adab dan ta'bid : Suatu penjelasan dari Ustaz Adian Husaini

Thursday, July 30, 2009

PENDIDIKAN DAN MANUSIA BERADAB

Oleh: Adian Husaini ( http://www.adianhusaini.com/ )

Jurnal Islamia-Republika (kerjasama INSISTS dan Harian Republika) edisi Kamis (9 Juli 2009), membahas secara panjang lebar tentang konsep pendidikan dan adab dalam ajaran Islam. Pembahasan ini mengangkat kembali salah ajaran yang sangat penting dalam Islam, yaitu masalah adab. Banyak ulama yang sudah membahas masalah adab. Pendiri Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asy’ari, misalnya, dalam kitabnya, Ādabul Ālim wal-Muta’allim, mengutip pendapat Imam al-Syafi’i yang menjelaskan begitu pentingnya kedudukan adab dalam Islam. Bahkan, Sang Imam menyatakan, beliau mengejar adab laksana seorang ibu yang mengejar anak satu-satunya yang hilang.

Lalu, Syaikh Hasyim Asy’ari mengutip pendapat sebagian ulama: ”at-Tawhīdu yūjibul īmāna, faman lā īmāna lahū lā tawhīda lahū; wal-īmānu yūjibu al-syarī’ata, faman lā syarī’ata lahū, lā īmāna lahū wa lā tawhīda lahū; wa al-syarī’atu yūjibu al-adaba, faman lā ādaba lahū, lā syarī’ata lahū wa lā īmāna lahū wa lā tawhīda lahū.” (Hasyim Asy’ari, Ādabul Ālim wal-Muta’allim, Jombang: Maktabah Turats Islamiy, 1415 H). hal. 11).

Jadi, secara umum, menurut Kyai Hasyim Asy’ari, Tauhid mewajibkan wujudnya iman. Barangsiapa tidak beriman, maka dia tidak bertauhid; dan iman mewajibkan syariat, maka barangsiapa yang tidak ada syariat padanya, maka dia tidak memiliki iman dan tidak bertauhid; dan syariat mewajibkan adanya adab; maka barangsiapa yang tidak beradab maka (pada hakekatnya) tiada syariat, tiada iman, dan tiada tauhid padanya.

Jadi, betapa pentingnya kedudukan adab dalam ajaran Islam. Lalu, apa sebenarnya konsep adab? Uraian yang lebih rinci tentang konsep adab dalam Islam disampaikan oleh Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas, pakar filsafat dan sejarah Melayu. Menurut Prof. Naquib al-Attas, adab adalah “pengenalan serta pengakuan akan hak keadaan sesuatu dan kedudukan seseorang, dalam rencana susunan berperingkat martabat dan darjat, yang merupakan suatu hakikat yang berlaku dalam tabiat semesta.” Pengenalan adalah ilmu; pengakuan adalah amal. Maka, pengenalan tanpa pengakuan seperti ilmu tanpa amal; dan pengakuan tanpa pengenalan seperti amal tanpa ilmu. ”Keduanya sia-sia karana yang satu mensifatkan keingkaran dan keangkuhan, dan yang satu lagi mensifatkan ketiadasedaran dan kejahilan,” demikian Prof. Naquib al-Attas. (SM Naquib al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin, (ISTAC, 2001).

Begitu pentingnya masalah adab ini, maka bisa dikatakan, jatuh-bangunnya umat Islam, tergantung sejauh mana mereka dapat memahami dan menerapkan konsep adab ini dalam kehidupan mereka. Manusia yang beradab terhadap orang lain akan paham bagaimana mengenali dan mengakui seseorang sesuai harkat dan martabatnya. Martabat ulama yang shalih beda dengan martabat orang fasik yang durhaka kepada Allah. Jika al-Quran menyebutkan, bahwa manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling takwa (QS 49:13), maka seorang yang beradab tidak akan lebih menghormat kepada penguasa yang zalim ketimbang guru ngaji di kampung yang shalih.

Dalam masyarakat yang beradab, seorang penghibur tidak akan lebih dihormati ketimbang pelajar yang memenangkan Olimpiade fisika. Seorang pelacur atau pezina ditempatkan pada tempatnya, yang seharusnya tidak lebih tinggi martabatnya dibandingkan muslimah-muslimah yang shalihah. Itulah adab kepada sesama manusia.

Adab juga terkait dengan ketauhidan, sebab adab kepada Allah mengharuskan seorang manusia tidak menserikatkan Allah dengan yang lain. Tindakan menyamakan al-Khalik dengan makhluk merupakan tindakan yang tidak beradab. Karena itulah, maka dalam al-Quran disebutkan, Allah murka karena Nabi Isa a.s. diangkat derajatnya dengan al-Khalik, padahal dia adalah makhluk. Tauhid adalah konsep dasar bagi pembangunan manusia beradab. Menurut pandangan Islam, masyarakat beradab haruslah meletakkan al-Khalik pada tempat-Nya sebagai al-Khalik, jangan disamakan dengan makhluk. Karena membawa agama Tauhid (bukan agama Kristen), maka Nabi Isa a.s. mengingatkan: ”Dan ingatlah ketika Isa ibn Maryam, wahai anak keturunan Israel, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian semua, membenarkan apa yang telah ada pada kita, yaitu Taurat dan memberikan kabar gembira (akan datangnya) seorang Rasul yang bernama Ahmad.” (QS 61:6).

Jadi, dalam pandangan Islam, Isa a.s. adalah Nabi, utusan Allah, sebagaimana para nabi sebelumnya. Itulah tindakan yang beradab. Karena Nabi Isa a.s. memang manusia, dan harus kita tempatkan sebagai manusia, bukan sebagai ”sekutu” Allah atau ”setara” dengan Allah. Maka, ketika kaum Kristen mengangkat Isa a.s. sebagai Tuhan atau sama dengan derajat Tuhan, maka Allah murka. Dan kepada utusan-Nya yang terakhir, Muhammad saw, maka dijelaskanlah kemurkaan Allah tersebut sebagaimana disebutkan dalam al-Quran, (yang artinya): ”Dan mereka berkata: Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.” Sesungguhnya kamu (yang mengatakan seperti itu) telah melakukan suatu perkara yang sangat munkar. Hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh. Karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak.” (QS 19:88-91).

Itulah adab kepada Allah SWT. Nabi Muhammad saw adalah juga manusia. Tetapi, beliau berbeda dengan manusia lainnya, karena beliau adalah utusan Allah. Sesama manusia saja tidak diperlakukan sama. Seorang presiden dihormati, diberi pengawalan khusus, diberikan gaji yang lebih tinggi dari gaji guru ngaji, dan sering disanjung-sanjung, meskipun kadangkala keliru. Orang berebut untuk menjadi presiden karena dianggap jika menjadi presiden akan menjadi orang terhormat atau memiliki kekuasaan besar sehingga dapat melakukan perubahan.

Sebagai konsekuensi adab kepada Allah, maka adab kepada Rasul-Nya, tentu saja adalah dengan cara menghormati, mencintai, dan menjadikan Sang Nabi saw sebagai suri tauladan kehidupan (uswah hasanah). Maka, benarlah pendapat ulama yang dikutip Kyai Hasyim Asy’ari, jika orang tidak mengakui dan menghormati syariat Nabi Muhammad saw, bagaimana mungkin dia bisa dikatakan mempunyai iman? Sikap yang melecehkan syariat Allah jelas merupakan sikap manusia yang tidak beradab. Maka, sangatlah tidak beradab, sebuah disertasi doktor dan berbagai buku tentang Pluralisme Agama yang menyatakan, bahwa untuk mendapatkan pahala dari Allah, tidaklah perlu mengakui kenabian Muhammad saw.

Setelah beradab kepada Nabi Muhammad saw, maka adab berikutnya adalah adab kepada ulama. Ulama adalah pewaris nabi. Maka, kewajiban kaum Muslim adalah mengenai, siapa ulama yang benar-benar menjalankan amanah risalah, dan siapa ulama ”palsu” atau ”ulama jahat (ulama su’). Ulama jahat harus dijauhi, sedangkan ulama yang baik harus dijadikan panutan dan dihormati sebagai ulama. Mereka tidak lebih rendah martabatnya dibandingkan dengan para umara. Maka, sangatlah keliru jika seorang ulama merasa lebih rendah martabatnya dibandingkan dengan penguasa. Adab adalah kemampuan dan kemauan untuk mengenali segala sesuatu sesuai dengan martabatnya. Ulama harusnya dihormati karena ilmunya dan ketakwaannya, bukan karena kepintaran bicara, kepandaian menghibur, dan banyaknya pengikut. Maka, manusia beradab dalam pandangan Islam adalah yang mampu mengenali siapa ulama pewaris nabi dan siapa ulama yang palsu sehingga dia bisa meletakkan ulama sejati pada tempatnya sebagai tempat rujukan.

Syekh Wan Ahmad al Fathani dari Pattani, Thailand Selatan, (1856-1908), dalam kitabnya Hadiqatul Azhar war Rayahin (Terj. Oleh Wan Shaghir Abdullah), berpesan agar seseorang mempunyai adab, maka ia harus selalu dekat dengan majelis ilmu. Syekh Wan Ahmad menyatakan: “Jadikan olehmu akan yang sekedudukan engkau itu (majelis) perhimpunan ilmu yang engkau muthalaah akan dia. Supaya mengambil guna engkau daripada segala adab dan hikmah.”

Karena itulah, sudah sepatutnya dunia pendidikan kita sangat menekankan proses ta’dib, sebuah proses pendidikan yang mengarahkan para siswanya menjadi orang-orang yang beradab. Sebab, jika adab hilang pada diri seseorang, maka akan mengakibatkan kezaliman, kebodohan, dan menuruti hawa nafsu yang merusak. Karena itu, adab mesti ditanamkan pada seluruh manusia dalam berbagai lapisan, pada murid, guru, pemimpin rumah tangga, pemimpin bisnis, pemimpin masyarakat, dan lainnya. Bagi orang-orang yang memegang institusi, bila tidak terdapat adab, maka akan terjadi kerusakan yang lebih parah. Kata Prof Wan Mohd. Nor Wan Daud, guru besar di Akademi Alam dan Tamadun Melayu Universiti Kebangsaan Malaysia: ”Gejala penyalahgunaan kuasa, penipuan, pelbagai jenis rasuah, politik uang, pemubaziran, kehilangan keberanian dan keadilan, sikap malas dan ’sambil lewa’, kegagalan pemimpin rumah tangga, dan sebagainya mencerminkan masalah pokok ini.”

Jadi, menurut Prof. Wan Mohd. Nor, jika adab hilang pada diri seseorang, maka akan mengakibatkan kezaliman, kebodohan, dan menuruti hawa nafsu yang merusak. Manusia dikatakan zalim, jika – misalnya – meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya. Maka, dengan pemahaman seperti itu, seorang Muslim yang beradab pasti lebih mencintai dan mengidolakan Nabi Muhammad saw ketimbang manusia mana pun. Manusia Muslim yang beradab juga akan menghormati sahabat-sahabat nabi dan keluarganya. Begitu juga seorang muslim yang beradab akan lebih menghormati ulama pewaris nabi, ketimbang penguasa yang zalim. Salah satu adab penting yang harus dimiliki seorang Muslim adalah adab terhadap ilmu. Seorang yang beradab, haruslah mengenal derajat ilmu, mana ilmu yang wajib ‘ain (wajib dimiliki oleh setiap muslim) dan mana yang wajib kifayah (wajib dimiliki sebagian Muslim).

Islam memandang kedudukan ilmu sangatlah penting, sebagai jalan mengenal Allah dan beribadah kepada-Nya. Ilmu juga satu-satunya jalan meraih adab. Orang yang berilmu (ulama) adalah pewaris nabi. Karena itu, dalam Bidayatul Hidayah, Imam Al-Ghazali mengingatkan, orang yang mencari ilmu dengan niat yang salah, untuk mencari keuntungan duniawi dan pujian manusia, sama saja dengan menghancurkan agama. Dalam kitabnya, Adabul ‘Alim wal-Muta’allim, KH Hasyim Asy’ari juga mengutip hadits Rasulullah saw: “Barangsiapa mencari ilmu bukan karena Allah atau ia mengharapkan selain keridhaan Allah Ta’ala, maka bersiaplah dia mendapatkan tempat di neraka.”

Ibnul Qayyim al-Jauziyah, murid terkemuka Syaikhul Islam Ibn Taimiyah, juga menulis sebuah buku berjudul Al-Ilmu. Beliau mengutip ungkapan Abu Darda’ r.a. yang menyatakan: “Barangsiapa berpendapat bahwa pergi menuntut ilmu bukan merupakan jihad, sesungguhnya ia kurang akalnya.” Abu Hatim bin Hibban juga meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah r.a., yang pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa masuk ke masjidku ini untuk belajar kebaikan atau untuk mengajarkannya, maka ia laksana orang yang berjihad di jalan Allah.”

Karena begitu mulianya kedudukan ilmu dalam Islam, maka seorang yang beradab tidak akan menyia-nyiakan umurnya untuk menjauhi ilmu, atau mengejar ilmu yang tidak bermanfaat, atau salah niat dalam meraih ilmu. Sebab, akibatnya sangat fatal. Ia tidak akan pernah mengenal Allah, tidak akan pernah meraih kebahagiaan sejati. Lebih fatal lagi, jika manusia yang tidak beradab itu kemudian merasa tahu, padahal dia sebenarnya ia tidak tahu.

Itulah adab. Dunia pendidikan Islam, khususnya, sudah saatnya mengkonsentrasikan diri untuk membentuk manusia-manusia yang beradab. Itu hanya bisa dilakukan jika dunia pendidikan mengajarkan ilmu yang benar secara proporsional. Salah satu mata pelajaran penting yang harus diajarkan dengan benar, adalah pelajaran sejarah. Dalam berbagai kesempatan tatap muka dengan para guru dan siswa di berbagai lembaga pendidikan Islam, saya masih menjumpai sekolah-sekolah atau lembaga pendidikan Islam yang belum memiliki buku sejarah tersendiri. Masih banyak siswa sekolah Islam yang memahami bahwa Pangeran Diponegoro berperang semata-mata hanya karena urusan tanah leluhurnya yang dirampas oleh Penjajah Kristen Belanda. Padahal, bukti-bukti sejarah menunjukkan, Pangeran Diponegoro berperang dengan tujuan menegakkan syariat Islam di Tanah Jawa.

Mengutip buku berjudul Gedenkschrift van den Orloog op Java, karya F.V.A. Ridder de Stuers, (Amsterdam: Johannes Müller, 1847), dalam disertasi doktornya di Universitas Indonesia, Prof. Dr. Rifyal Ka’bah memaparkan penuturan seorang Letnan Kolonel Belanda pada masa Perang Diponegoro (1825-1830), yang menyatakan bahwa tujuan Perang Diponegoro adalah agar hukum Islam berlaku untuk orang Jawa.

Diceritakan dalam buku ini, Belanda mengirim delegasi ke pedalaman Salatiga untuk berunding dengan Pangeran Diponegoro dan para pembantunya. Delegasi yang membawa surat Gubernur Jenderal Hendrik Markus de Kock ini diterima oleh Kyai Modjo, Ali Basa, dan lain-lain. Belanda meminta peperangan segera dihentikan, agar tidak jatuh korban lebih banyak lagi. Kyai Modjo menjawab bahwa perang tidak dapat dihentikan selama tuntutan mereka belum terpenuhi. Dalam perundingan itu, pihak Diponegoro juga menggunakan ungkapan “Laa mauta illaa bil-ajal” (Tidak ajal berpantang mati). Kyai Modjo juga menyebutkan QS an-Naml:27 yang merupakan ucapan Nabi Sulaiman kepada Ratu Bilqis, (yang artinya): “Jangan kalian bersikap arogan terhadapku dan datanglah kepadaku dengan menyerahkan diri.” Ketika ditanya, apa maksud ungkapan itu, Kyai Modjo menjawab: “Komt gij allen tot mijnen Vorst, en gaat langs het pad der regtvaardigheit.” (Supaya kalian datang menemui Pangeranku dan berjalanlah melalui jalan keadilan). Kyai Modjo menegaskan, bahwa keinginan Diponegoro adalah agar hukum Islam seluruhnya berlaku untuk orang Jawa. Sedangkan persengketaan antara orang Jawa dan orang Eropa diputuskan berdasarkan hukum Islam dan persengketaan antara orang Eropa dengan orang Eropa, dengan persetujuan Sultan, diputuskan berdasarkan hukum Eropa. (Lihat, Rifyal Ka’bah, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Universitas Yarsi Jakarta).

Maka, sebenarnya merupakan tindakan yang tidak beradab, memandang pejuang Islam, seperti Pangeran Diponegoro seolah-olah hanya berperang karena urusan tanah leluhurnya. Di buku sejarah SMA bahkan masih ada yang memaparkan bahwa Khalifah Utsman bin Affan adalah pemimpin yang lebih mementingkan keluarganya dibandingkan dengan negaranya. Pemaparan seperti ini sangat tidak sesuai dengan fakta sejarah dan sangat tidak beradab. Karena itulah, para penyelenggara pendidikan Islam harus benar-benar memeriksa materi pelajaran yang diajarkan kepada siswanya. Mereka tidak bisa bersikap tidak peduli dan membiarkan siswa-siswa mereka diajarkan berbagai materi pelajaran yang justru mengarahkan siswanya menjadi manusia-manusia yang tidak beradab. [Solo, 24 Juli 2009/www.hidayatullah.com]

Catatan Akhir Pekan [CAP] Adian Husaini adalah hasil kerjasama antara Radio Dakta 107 FM dan www.hidayatullah.com

Read more...

Pesan Terakhir

Tuesday, July 21, 2009




Sahabat…
Andainya kematian kau tangisi
Pusara kau siram dengan air matamu
Maka diatas tulang belulangku yang dah luluh
Nyalakaniah obor untuk umat ini
Dan
Lanjutkanlah gerak merebut kemenangan

Sahabat,
Kematianku hanyalah suatu perjalanan
Memenuhi panggilan kekasih yang merindu
Taman-taman indah disyurga Tuhan
Terhampar menanti
Burung-burungnya berpesta menyambutku
Dan berbahagialah hidupku di sana

Sahabat,
Puaka kegelapan pastikan lebur
Fajarkan menyingsing
Dan alam ini kan disinari cahaya lagi
Relakan lah rohku terbang menjelang rindunya
Jangan gentar berkelana ke alam abadi
Di sana cahaya fajar memancar.


Sajak Terakhir Sayyid Qutub sebelum digantung -1966

Read more...

TEKANAN TERHADAP UMAT ISLAM DI XINJIANG

Friday, July 10, 2009


URUMQI: Sekurang-kurangnya 140 maut apabila penduduk Islam Uighur merusuh di wilayah Xinjiang dalam ketegangan etnik paling buruk di negara itu dalam masa beberapa dekad.


Keganasan di ibu kota wilayah itu, Urumqi, kelmarin membabitkan beribu-ribu orang, kata agensi berita Xinhua melaporkan angka kematian berkemungkinan meningkat. Lebih 800 lagi cedera dalam kejadian itu.

"Angka kematian di Xinjiang meningkat kepada 140 dan masih bertambah," menurut Xinhua dalam laporan terbaru, selepas pada awalnya berkata cuma tiga maut.
Agensi berita berkenaan, memetik kenyataan pegawai kerajaan tempatan, menyatakan 'beratus-ratus' sudah pun ditahan kerana pembabitan dalam keganasan itu.

Rangkaian televisyen CCTV menyiarkan rakaman dramatik menunjukkan perusuh menterbalikkan kereta polis dan memecahkan tingkapnya, seorang wanita ditendang ketika terbaring di atas tanah dan bas serta kenderaan lain terbakar.

"Semua pemilik kedai di sini amat takut," kata seorang pemilik bar berketurunan Han yang enggan dikenali kepada AFP.

Dia menganggarkan kira-kira 3,000 perusuh Uighur, sebahagian daripada mereka bersenjata belantan kayu dan pisau.

Kerajaan wilayah Xinjiang menyalahkan rusuhan itu ke atas Rebiya Kadeer, pemimpin Uighur yang tinggal dalam buangan di Amerika Syarikat, kerana mendalangi ketegangan berkenaan.

"Siasatan awal menunjukkan keganasan didalangi pemisah Kongres Uighur Sedunia diketuai Rebiya Kadeer," meurut kenyataan kerajaan yang dipetik Xinhua.

Bagaimanapun, kumpulan etnik Uighur dalam buangan, yang sudah lama menentang pemerintahan China di Xinjiang, menuduh pasukan keselamatan bertindak keterlaluan dalam menyuraikan bantahan aman oleh beribu-ribu penduduk, dan berkata polis melepaskan tembakan membabi buta.

Polis pencegah rusuhan dan pasukan keselamatan lain bersenjatakan mesingan dan membawa perisai dilihat di Urumqi semalam, menghalang bantahan selanjutnya, kata wartawan AFP di tempat kejadian.

Trak yang membawa anjing polis turut dibawa ke Urumqi dan sebahagian besar kawasan Islam itu ditutup, katanya.

Seorang pelancong Amerika memberitahu dia terdengar bunyi tembakan ketika keganasan merebak.

"Saya dengar bunyi tembakan dan melihat polis, kereta perisai putih, dua bas dipenuhi tentera dan trak hijau tentera yang diselimuti kanvas bergerak," katanya. AFP


Umat Islam di Xinjiang sudah lama menghadapi tekanan dan kesengsaran sejak sekian lama dahulu. Kita seharusnya merasa sensitif terhadap isu-isu semasa terutamanya melibatkan saudara Islam kita sendiri. Rakan-rakan mahasiswa seharusnya ambik cakna terhadap isu-isu seperti ini. Saya akan membawa serba sedikit kisah mengenai kehidupan umat Islam di Xinjiang etnik Uighurs yang telah ditindas sejak dulu lagi oleh regim komunis......

Mengapa kamu enggan berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik lelaki, wanita, mahupun kanak-kanak yang semuanya berdoa: “Ya Tuhan kami. Keluarkanlah kami dari negeri ini yang mempunyai penduduk yang zalim, dan berilah kami pelindung dari sisi-Mu. Dan berilah kami penolong dari sisi-Mu.” (An-Nisaa’, 75)





WALAUPUN masjid diarah tutup semalam, penduduk Islam di Urumqi tetap berkumpul dan merayu supaya membolehkan mereka solat Jumaat.

KISAH DARI XINJIANG



Kekejaman China di Turkestan Timur

Umat Islam Turki di Turkestan Timur yang dikenali sebagai Uighurs, telah hidup di bawah dominasi kerajaan China selama lebih kurang 250 tahun. China telah memberikan nama kepada wilayah Islam tersebut sebagai “Xinjiang” ataupun “tanah yang ditawan,” dan menganggapnya sebagai tanah milik mereka sendiri. Berikutan dengan pengambilalihan China oleh komunis pada tahun 1949 oleh Mao, pe­ninda­san yang berlaku di Turkestan Timur semakin menjadi-jadi. Rejim ko­mu­­nis mula melakukan penghapusan umat Islam yang enggan untuk diasi­mi­lasikan.

Bilangan umat Is­lam yang dibunuh amat mengejutkan. Di antara tahun 1949 dan 1952, 2.8 juta umat Islam mati, sama ada dibunuh oleh tentera China ataupun mati akibat kebuluran. Di antara tahun 1952 dan 1957, lebih 3.5 juta nyawa terkorban, kemudian 6.7 juta di antara 1958 dan 1960, dan kemudian di antara tahun 1961 dan 1965 pula, seramai 13.3 juta manusia mati.

Kaum Uighurs yang berjaya hidup pula berada di dalam penindasan dan penderaan. Pemerintah Turkestan Timur terkini iaitu Isa Yusuf Alptekin, yang banyak menghabiskan umurnya dalam buangan, telah menggambarkan situasi tersebut di dalam bukunya Dogu Turkistan Davasi (Hubungan Turkestan Timur) dan juga Unutulan Vatan Dogu Turkestan (Turkestan Timur: Tanah yang Dilupakan). Berdasarkan kepada buku-buku tersebut, penindasan yang dilakukan terhadap rakyat Turkestan Timur tidak banyak bezanya dengan apa yang berlaku kepada umat Islam di Bosnia, ataupun majoriti kaum Albania oleh Serbia. “Hukuman” yang dikenakan oleh mahkamah China terhadap negara tersebut adalah terlampau kejam dan sangat tidak berperikemanusiaan. Ini termasuklah membakar manusia hidup-hidup, memukul manusia sehingga hampir mati dan kemudian membogelkan mereka dan membiarkan mati di dalam kesejukan salji. Malah ada juga yang diikat dengan lembu jantan pada kedua-dua belah kaki mereka untuk memisahkannya daripada badan.

Amalan Asimilasi yang

Bertujuan Menghapuskan

Budaya Secara Besar-besaran

Semenjak tahun 1949 lagi, rejim komunis telah mula merancang program penghapusan populasi umat Islam, dan telah memindahkan pendatang China ke kawasan tersebut dengan begitu sistematik sekali. Kesan daripada kempen ini yang dimulakan oleh kerajaan China pada 1953, begitu berkesan sekali. Pada tahun 1953, 75 peratus daripada keseluruhan populasi adalah umat Islam, dan hanya 6 peratus dikuasai oleh orang-orang China. Pada tahun 1982, nisbahnya telah berubah dengan menyaksikan penurunan populasi umat Islam kepada 53 peratus, manakala populasi China meningkat kepada 40 peratus. Berdasarkan bancian yang dilakukan pada 1990, populasi yang dilaporkan adalah 40 peratus umat Islam dan 53 peratus rakyat China, dengan itu telah mendedahkan dengan jelas proses pembersihan etnik yang sedang berlaku di wilayah tersebut.

Baru-baru ini, bangsa Uighurs telah ditempatkan di kawasan perkampungan, manakala orang-orang China dipindahkan ke bandar. Oleh itu, wujud beberapa buah bandar yang memiliki kira-kira 80 peratus orang-orang China. Ia bertujuan untuk menjadikan bandar yang majoritinya adalah rakyat China. Polisi kerajaan China yang menggalakkan perkahwinan campur di antara penduduk tempatan dengan orang-orang China juga menjadi sebahagian daripada polisi asimilasi tersebut.

Kerajaan China turut menggunakan umat Islam Turkestan Timur sebagai bahan uji kaji program nuklearnya. Ujian tersebut bermula pada 16 Oktober 1964, dan kesannya, penduduk di kawasan tersebut telah mendapat penyakit-penyakit yang membawa maut, dan kira-kira 20,000 kanak-kanak cacat telah dilahirkan. Jumlah umat Islam yang terkorban di dalam ujian tersebut dianggarkan seramai 210,000 orang. Beribu yang lain telah mendapat kanser atau dibiarkan lumpuh.

Dari tahun 1964 sehingga kini, China telah meletupkan kira-kira 50 buah bom-bom atom dan hidrogen di Turkestan Timur. Ahli-ahli pakar dari Sweden telah mengukur gegaran yang berlaku disebabkan letupan bawah tanah pada tahun 1984 dan mencatatkan bacaan 6.8 pada skala Richter.

Punca Sebenar Kekejaman:

Kebencian Terhadap Islam

Sebab utama yang membawa kepada penindasan rakyat Turkestan Timur oleh China adalah kerana mereka beragama Islam. Kerajaan komunis China melihat Islam sebagai halangan terbesar untuk mereka memantapkan penguasaan terhadap kawasan tersebut.

China telah menggunakan bermacam-macam bentuk penindasan untuk membuatkan mereka berpaling jauh dari agama. Puncak peristiwa ini berlaku ketika zaman pemerintahan diktator komunis Mao. Ketika itu, Revolusi Budaya sedang berlaku dari tahun 1966-76. Masjid-masjid diruntuhkan, ibadah secara beramai-ramai diharamkan, pengajaran Al-Quran dihalang, dan rakyat China yang berpindah dibenarkan untuk mengganggu umat Islam. Sekolah-sekolah digunakan untuk menyebarkan propaganda atheis. Segala bentuk komunikasi dikawal untuk membuatkan manusia lari dari agama. Mereka telah dilarang untuk mendengar ceramah-ceramah agama yang menyentuh tentang keimanan, dan pemimpin agama pula dilarang mengajar tentangnya. Namun demikian, di sebalik segala penindasan yang dilakukan, mereka masih berpegang teguh kepada tali Islam.21

Salah satu cara ugutan dan tekanan yang dilakukan masih terus dilaksanakan di institusi-institusi pendidikan. Pendidikan universiti di kawasan tersebut telah diberikan kepada rakyat China, dan umat Islam yang belajar di universiti-universiti tersebut hanya membentuk 20 peratus sahaja daripada keseluruhan jumlah pelajar. Kemelesetan ekonomi turut menjadi faktor halangan yang membawa kepada rendahnya tahap pendidikan yang diterima oleh umat Islam di situ. Sekolah-sekolah yang diajar dalam bahasa China menikmati kemudahan-kemudahan yang canggih. Sebaliknya sekolah-sekolah Uighur berada dalam keadaan serba kekurangan. Pendidikan yang kononnya dianggap bersifat keagamaan yang diajar di sekolah-sekolah sebenarnya didirikan di atas fahaman ateisme.

Peristiwa penukaran abjad sebanyak 4 kali dalam tempoh 30 tahun merupakan sebahagian daripada polisi asimilasi yang ditujukan kepada umat Islam di sana. Meskipun Revolusi Budaya sedang berlaku, Mao tetap tidak mengubah skrip abjad China. Namun Mao menukar abjad Uighur daripada abjad Roman kepada abjad Cyrillic jenis Rusia. Selepas abjad itu digunakan buat beberapa ketika, ia ditukar semula kepada abjad Roman. Walau bagaimanapun, selepas itu ia ditukar menjadi skrip Arab untuk menghalang dari terbentuknya jambatan budaya dengan Turki. Kesannya, generasi-generasi di situ sukar untuk memahami di antara satu sama lain yang mana abjad mereka telah diubah berkali-kali.

Peranan Komunis China yang

Anti-Islam di Timur Jauh

Penindasan berdarah yang dikenakan ke atas umat Islam Uighur Turki di Turkestan Timur masih belum reda sehingga kini. China telah menangkap golongan muda Uighur Turki yang menyuarakan penentangan mereka, dengan alasan mereka adalah musuh yang berpotensi di masa hadapan. Untuk melepaskan diri dari penganiayaan tersebut golongan muda telah melarikan diri ke gunung-gunung ataupun ke padang pasir.

Semenjak tahun 1996, berpuluh ribu remaja Uighur Turki telah ditahan di kem-kem yang mana di situ mereka telah dikenakan bermacam-macam jenis penderaan. Sebuah pertubuhan hak asasi manusia antarabangsa telah melaporkan di dalam laporan rasminya bahawa para suspek telah dibawa ke khalayak ramai, dan mereka sama ada dikenakan hukuman berkerja berat ataupun dibunuh oleh skuad penembak di hadapan masyarakat awam. Mahkamah-mahkamah beroperasi di bawah arahan Parti Komunis. Mungkin apa yang lebih dahsyat ialah wanita-wanita mengandung dibawa lari dari rumah mereka. Selanjutnya kandungan mereka digugurkan secara paksa dengan menggunakan teknik yang tidak selamat. Manakala kanak-kanak yang dilahirkan melepasi kuota kerajaan dibunuh, dan harapan keluarga mereka tidak didengari dan dihiraukan.

Peristiwa yang berlaku pada bulan Februari 1997 telah menambahkan lagi bilangan kezaliman yang dilakukan oleh kerajaan China. Pada satu malam Lailatul Qadar di bulan Ramadan tahun itu, yang berlaku pada 4 Februari, lebih daripada 30 orang wanita yang pergi ke masjid untuk menyambut malam yang amat bermakna kepada umat Islam itu, telah dibelasah sewaktu mereka sedang membaca Al-Quran, dipukul oleh ahli-ahli militia China dan kemudian diseret ke ibu pejabat keselamatan. Penduduk tempatan telah pergi ke ibu pejabat dan merayu supaya wanita-wanita tersebut dibebaskan. Namun demikian, mayat tiga orang wanita yang mati akibat diseksa telah dilemparkan kepada mereka yang datang merayu itu. Kemudian, terjadilah pergaduhan di antara penduduk tempatan dengan orang-orang China. Kira-kira 200 orang penduduk asal Turkestan Timur kehilangan nyawa di antara 4 dan 7 Februari, dan lebih 3,500 yang lain telah dipenjarakan di kem-kem. Pada pagi 8 Februari pula, penduduk yang berkumpul di masjid telah dihalang dari mengerjakan solat oleh pasukan keselamatan. Pergaduhan tercetus lagi, dan akibatnya bilangan mereka yang ditahan iaitu seramai 58,000 orang pada April-May 1996, tiba-tiba melonjak melebihi 70,000 orang. Kira-kira 100 orang penduduk yang masih muda telah dihukum mati secara terbuka. Manakala 5,000 orang Uighur Turki telah ditelanjangkan dan dipamerkan untuk tontonan umum di dalam kumpulan-kumpulan yang setiap satunya seramai kira-kira 50 orang.

Setelah mengetahui semua ini, maka kita patut memberi perhatian kerana rakyat Turkestan Timur masih tidak menerima sebarang sokongan daripada Barat sepertimana yang diharap-harapkan.

Definisi rasmi Pertubuhan Bangsa-Bangsa Bersatu (PBB) tentang genocide sudah tepat terhadap apa yang sedang berlaku di Turkestan Timur yang dijajah oleh China itu. Namun, rakyat Turkestan Timur masih tidak mendapat sebarang perlindungan dari PBB. Kira-kira 25 juta umat Islam Turkestan Timur masih menderita disebabkan oleh penindasan China, dan dunia menutup mata atau terus memalingkan muka terhadap kekejaman ini. Terdapat beribu-ribu tahanan politik, dan banyak di antara mereka yang sudah “lenyap” dari penjara. Penderaan ke atas tahanan sudah menjadi satu perkara rutin.

Untuk menamatkan penganiayan di Timur Tengah, pertama sekali dunia mesti diberitahu tentang syarat-syarat perjanjian yang tidak menentu yang sedang berlaku di situ, dan kemudian sekatan antarabangsa mesti dikenakan supaya China dapat merasakan bahangnya. China sedang melakukan pembunuhan beramai-ramai secara tersembunyi, dan rakyat Turkestan Timur yang ditindas kehilangan cara untuk membolehkan suara mereka didengari. Masyarakat dunia mesti bertindak secara bersama terhadap perkara yang perlu diberi perhatian penting ini.

Harus diingat bahawa punca kekejaman dan penganiayaan di Turkestan Timur terletak pada falsafah Komunis China yang bencikan agama. Perang yang tidak berperikemanusiaan yang dilancarkan terhadap manusia yang tidak berdaya adalah kesan daripada pemikiran materialistik dan komunis yang bersifat ateis. Para pemimpin komunis yang kejam sewaktu abad ke-20 telah me­ninggalkan suatu ideologi pembunuh dan kesannya berjuta nyawa terkorban. Turkestan Timur adalah contohnya. Satu-satunya cara yang boleh dilakukan untuk menyekat mimpi ngeri ini dari terus menghantui manusia adalah dengan melancarkan peperangan ideologi untuk menentang ideologi-ideologi atheis seperti komunisme. Penghapusan asas-asas ideologi komunis adalan langkah pertama untuk menamatkan penindasan komunis di muka bumi.

Asas kepada komunisme ialah Darwinisme. Karl Marx, iaitu pengasas komunisme telah mendedikasikan bukunya Das Kapital kepada Darwin, iaitu seorang tokoh yang amat beliau sanjungi. Di dalam bukunya yang bertajuk Ever Since Darwin, seorang saintis pro-Marxis-evolusinis yang terkenal telah menulis:

...Marx dan Darwin adalah secocok, dan Marx memuja Darwin setinggi-tingginya... Darwin sesungguhnya seorang pejuang revolusi yang berhemah.22

Pemimpin komunis China, Mao telah berkata menerusi satu ucapannya, “Sosialisme China dibina dengan berasaskan Darwin dan teori evolusi,” maka dengan itu jelaslah dari mana beliau mendapat inspirasi terhadap kekejaman yang dilakukannya.23

Himpunan kenyataan ini yang telah mendedahkan asal-usul Marxisme dengan jelas memberitahu kita bahawa Darwinisme merupakan ideologi yang berselindung di sebalik praktis-praktis kejam yang dilaksanakan beberapa tahun dahulu di negara-negara seperti Rusia dan China, dan yang mana sehingga kini ia masih dilakukan terhadap orang-orang Chechen dan umat Islam di Turkestan Timur.


wallahualam ......

by khairaummatin


rujukan : Zaman Kegelapan Islam dan Ketibaan Era Kebangkitan Islam , Harun Yahya

Read more...

Indahnya Islam

  © Blogger template The Professional Template II by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP